Hoyak Tabuik (Tradisi 10 Muharram Hoyak Tabuik Di Pariaman)

Riya Wahyuni, Rista Sundari, Desy Wulandari, Syafrizal

Riaharun3@gmail.com
Mahasiswa Program Study Pendidikan Seni
Sekolah Pascasarjana
Universitas Pendidikan Indonesia


Abstrak 
Penelitian ini membahas mengenai upacara adat yang diberi nama Hoyak Tabuik. Yang diadakan setiap memasuki bulan Muharram atau tahun baru Hijriyah di kota Pariaman Sumatera Barat. Upacara tabuik diadakan untuk melihat kilas balik meninggalnya Husein pada saat perang Karbala dalam memperjuangkan islam pada tahun 61 Hijriah oleh tentara Yazid bin Muawwiyah  (680 M/61 H). Rentang waktu yang digunakan untuk proses acara tabuik adala 1-10 Muharram. Penelitian ini menggunakan metode analisis deskriptif dengan menggunakan studi literatur terkait dengan kearifan lokal wilayah pariaman. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkenalkan lebih lanjut pada masyarakat luas mengenai tradisi turun temurun Hoyak Tabuik.

Pendahuluan 
Kebudayaan ialah sesuatu yang mempengaruhi pengetahuan dan juga sistem idea atau gagasan yang ada dalam fikiran manusia dalam kehidupan dan dilakukan secara turun temurun (Koentjaningrat. 1982, hlm, 9) dalam suatu kebudayaan masyarakat, dikenal adanya kearifan lokal yang juga diwariskan secara turun temurun. Dalam penelitian ini penulis akan membahas sebuah kearifan lokal suatu daerah mengenai perayaan 10 muharam.
Perayaan 10 muharram merupakan tradisi yang banyak dijumpai di wilayah Indonesia, sebab mengapa perayaan 10 Muharram masih dipertahankan sampai sekarang dan menarik untuk dikaji antara lain dikarenakan banyak orang-orang dari berbagai kalangan ada dan ikut serta dalam perayaan tersebut seperti kelompok masyarakat sosial, seniman, pemerintah setempat dll. Endaswara ( 2003, hlm, 23) menjelaskan budaya adalah sesuatu yang hidup, berkembang dan bergerak menuju titik ruang, waktu dan tempat dari kebudayaan. Hal yang terus berkembang tersebut dan berulang yang menjadikannya sebagai tradisi di suatu kalangan masyarakat.
Sebuah kearifan lokal yang cukup populer dalam perayaan 10 Muharram adalah tradisi Hoyak Tabuik/ Hoyak Hosen yang berada di wilayah Minangkabau kota Pariaman Sumatera Barat. Masyarakat Minangkabau secara tradisional memiliki prinsip yang mengatur hidup dalam kehidupan bermasyarakat. Prinsip adat tersebut antara lain Alam Takambang Jadi Guru. Sebuah falsafah bagi masyarakat Minangkabau untuk lebih memaknai kehidupan. Belajar kepada alam bukan berarti belajar meniru tingkah laku alam seperti binatang, melainkan meniru sisi-sisi positif  yang bisa dijadikan pedoman bagi masyarakat Minangkabau sepertihalnya ilmu padi semakin berisi semakin merunduk   (Ilal Khairi, 2011).
Selain itu Adat istiadat Minangkabau mengenal istilah Adaik Basandi Sarak, Sarak Basandi Kitabullah yang artinya adat berpedoman pada agama, agama berpedoman pada kitab Allah yakni Al Quran, ini merupakan falsafat utama orang Minangkabau dalam menjalankan kehidupan sehari-hari. Masyarakat Pariaman selalu menyeimbangkan nilai-nilai ajaran islam dengan budayanya hingga melahirkan kepercayaan-kepercayaan dan upacara-upacara ritual umumnya, begitu pula dengan perayaan 10 muharam hoyak tabuik di Pariaman.
Hoyak tabuik merupakan ritual yang diadakan mulai dari 1-10 muharram untuk memperingati kematian Husain Bin Ali yang gugur dalam peperangan di Padang Karbala dalam memperjuangkan islam pada tahun 61 Hijriah oleh tentara Yazid bin Muawwiyah. 
Tabot berasal dari bahas arab, yang mana kata ini memiliki beberapa pemahaman, pertama tabuik diartikan sebagai peti mati, ada juga yang menyatakan sebagai peti pusaka peninggalan Musa yang digunakan untuk menyimpan naskah perjanjian Bani Israel. Sedangkan pengertian tabuik dalam memperingati kematian Husein Bin Ali, tabuik berarti lambing janji dari Muawwiyah untuk menyerahkan kekhalifahan kepada masyafarah atau kesepakatan dari umat islam, setelah ia meninggal. Akan tetapi janji tersebut dipungkiri dengan mengangkat Jazid, anaknya sebagai putra mahkota. (Dahri, 2009, hlm, 77)  
Proses penyelenggaraan ritual ini terdiri dari berbagai rangkaian acara yang dimulai dari pembuatan Tabuik, mengambil tanah, mengambil batang pisang, maatam, mangarak jari-jari, mangarak sorban, tabuik naiak pangkek. Mahoyak tabuik, tabuik dibuang ke laut, rangkaian acara ini memiliki makna tersendiri pada setiap bagiannya, bagi orang Minangkabau. Hal ini disebabkan karena fungsinya sebagai pengokoh norma-norma atau nilai budaya yang ada dan berlaku dalam kehidupan masyarakat.
Tabuik terdiri dari tiga sampai lima tingkat yang memiliki tinggi kira-kira sekitar 6-15 meter. Tabuik terbuat dari bingkai bambu dan batang-batang sagu yang dibungkus dengan kertas dan bunga berwarna warni, jumlah tabuik yang dibuat adalah 2 buah tabuik, yang pertama tabuik dari daerah pasa yang diberi nama tabuik pasa dan tabuik kampong jawo. Hal ini mengistilahkan suasana peperangan yang terjadi pada saat perang di Padang Karbala. Pada saat tabuik di arak ke laut tabuik dihoyak dengan diiringi bunyi musik gendang tansa sambil menteriakkan Hoyak...Hoyak...Tabuik di hoyak.

Metode Penelitian 
Penelitian ini diselesaikan menggunakan metode analisis deskriptif studi kepustakaan, dengan mencari sumber berdasarkan penelitian terdahulu dan buku-buku penunjang penelitian serta dokumentasi video secara umum melalui internet (youtube). Peneliti mempelajari jurnal dan artikel mengenai tabuik melalui buku dan jurnal internet serta melihat video dan foto melalui internet serta pengalaman saat terjun langsung ke lapangan. Berdasarkan temuan tersebut peneliti membuat kesimpulan dan menganalisis semua data menjadi paragraf deskriptif. 
Hasil Penelitian dan Pembahasan
  1. Bentuk Pelaksanaan Hoyak Tabuik; Hoyak tabuik dilaksanakan selama kurang lebih 10 hari, 5 hari digunakan untuk pembuatan tabuik dan sisanya untuk kegiatan inti. Untuk melaksanakan tradisi ini dibentuklah panitia agar dapat membuat acara berjalan dengan lancar. Kegiatan hoyak tabuik ini dimulai dari rumah tabuik tempat dimana tabuik dibuat, ruang tempat pembuatan tabuik diberi nama Daraga (peti mati). Daraga dibuat dengan ukuran 5x5 meter, dipagari dengan pimping atau serung disebut dengan palupuh, yang atapnya dilapisis dengan terpal, salah satu sisinya diberi pintu masuk. Didalam daraga terdapat bangunan berbentuk makam atau pusara yang kira-kira berukuran 1x1 meter yang setiap sisinya dipagari dengan bambu-bambu kecil, pada bagian atas pusara dibentangkan kain putih sebagai penutup.  
  2. Rangkaian acara tabuik; Seperti yang telah dijelaskan di awal tradisi hoyak tabuik pada 10 muharram memiliki rangkaian acara, yaitu:
  • Pembuatan tabuik; Tabuik merupakan bangunan dengan tinggi mencapai 12 meter, berbentuk kuda bersayap dan dikerjakan sejak tanggal 1 Muharram dan dibuat di rumah tabuik. Selama waktu pembuatan tabuik tidak boleh ditinggalkan begitu saja, setidaknya ada satu orang yang menjaga tabuik tersebut. Adapun perlengkapan yang harus disediakan antara lain: bambu, rotan, kertas mar-mar, alat-alat gambar, lampu senter, lampu hias, bunga kertas, bunga pelastik dan sebagainya. Proses pembuatan tabuik terbagi atas tiga kelompok 
  1. Pembuatan tabuik dasar; Terdiri dari pasu-pasu berbentuk limas persegi empat, tutup selancar, dan empat tangkai bunga salapan. Bunga selapan dilapisi dengan kertas bermotif warna warni namun masih dominan warna putih, bagian bungan salapan ini berguna sebagai jari-jari untuk keseimbangan tabuik saat tabuik dihoyak atau digoncangkan saat diarak.
  2. Tabuik bagian badan; Terdiri dari beberapa bilik, pasu-pasu, tutup selancar gomaik. Gomaik biasanya dipasangkan pada bagian atas bunga salapan. Gomaik adalah kendi besar yang dihubungkan pada puncak rebung pada bagian atasnya, gomaik melambangkan air yang habis masa peperangan Husain di Padang Karbala.
  3. Tabuik bagian atas; Bagian atas atau pucuak tabuik adalah satu tangkai bunga salapan berukuran besar dari pada bunga salapan yang berada pada bagian bawah tabuik yang dihiasi dengan kertas warna warni. Selanjutnya, pemasangan kerangka burok dengan melapisi kain berudu berwarna, sebagai kepala burok dipasang kepala boneka dengan rambut terurai. Kendaraan ini yang dipercayai membawa kepala Husein terbang kelangit. Untuk perlengkapan musik, yang digunakan adalah gendang tambua dan tansa yang dimainkan saat tabuik di arak ke laut.
  • Mengambil Tanah; Pengambilan tanah dilakukan pada tanggal 1 Muharram pada pukul 17.00 WIB selepas sholat ashar, makna dari acara mengambil tanah atau yang orang mianag sebut dengan maambiak tanah adalah sebagai simbol kelahiran serta kesyahitan Husain Bin Ali. Prosesi ini dilakukan dengan berkumpulnya masyarakat untuk mengambil tanah ke sungai. Pengambilan tanah dipimpin oleh orang siak dan pawang tabuik dan siiringi dengan pembawa bendera. Pawang tabuik memiliki tugas untuk memimpin jalannya proses pembuatan tabuik dan orang siak bertugas untuk memimpin doa dalam perayaan sedangkan pembawa bendara membawa bendera berwarna merah kuning, hitam dan putih yang menandakan kekuasaan Husain. Tanah yang diambil dimasukan ke dalam belanga atau pariuak, saat mengambil tanah pawang dibantu oleh 4 orang yang membawa kain putih dengan ukuran 1,5x1,5 meter, masing-masing orang memegang kain tersebut dan mulai masuk ke sungai, tanah yang diambil adalah tanah yang berada dibawah kain tersebut. Tanah dibungkus dengan kain kafan yang melambangkan kesucian, kesabaran kemudian tanah yang telah diambil diletakkan ke dalam daraga berukuran 5x5 meter. Pelaksanaan pengambilan tanah ke sungai ini ibaratkan mengambil mayat Husain bin Ali yang masih tertinggal di Padang Karbela. Selain itu, proses pengambilan tanah ini juga menggambarkan bahwasannya manusia tersebut diciptakan bersal dari tanah, dan akhirnya juga akan kembali ke tanah.
  • Mengambil batang pisang; Tradisi mengambil batang pisang yang dilaksanakan pada tanggal 5 Muharram merupakan pengambilan atau penebasan batang pisang disuatu daerah, kemudian dibawa ke daraga. Sebenarnya pisang sudah diambil pada malam hari tanggal 4 Muharram sekitar jam 21.00 WIB. Namun, untuk menghindari terlalu banyak yang menonton maka dilakukan malam sebelumnya dan di kuburkan di dekat daraga. Mengambil batang pisang bertujuan untuk melindungi pusara atau kuburan dari sengatan matahari selain itu juga menggambarkan kejadian di Padang Karbela saat Husain bin Ali dipancung oleh tentara Yazid bin Muawiyah.
  • Maatam; Tradisi maatam dilaksankan sebelum mangarak jari-jari pada tanggal 6 Muharram, tepatnya pada pukul 11.00 sampai pukul 13.00. Kegiatan maantam dimulai dengan pembacaan doa oleh orang siak, kegiatan ini dianggap sakral jadi harus dilaksankan menurut tata cara atau tradisi yang harus dipatuhi secara turun temurun. Setelah selesai berdoa dilaksanakan penurunan panja atau jari-jari dari atap tabuik. Panja atau jari-jari diibaratkan sebagai tangan Husein yang terpotong-potong terbuat dari besi. Dahulu jari-jari terbuat dari emas dan perak yang disimpan di rumah tabuik. Akan tetapi untuk saat ini, jari-jari dibuat dari besi, karena susah menjaga jari-jari tersebut ketika diletakkan di daraga. Jari-jari ini dibungkus dengan kain putih yang bersih dan rapi.
  • Mangarak jari; Prosesi pelaksanaan mengarak jari-jari dilaksanakan pada tanggal 7 Muharram pada malam hari.
  • Mengarak sorban; Mengarak sorban dilaksanakan pada hari kedelapan jatuh pada mengarak sorban dimaksudkan untuk memberi gambaran kepada masyrakat bahwasannya betapa kejamnya Yazid bin Muawwiyah dan pasukannya, sehingga mereka memenggal kepala Imam Husein. Mengarak sorban bertujuan untuk menciptakan semangat yang dapat mengangkat harkat martabat serta harga diri dan mendorong keinginan untuk membela kebenaran yang ditujukan kepada Imam Husein dalam memperjuangkan atas haknya
  • Tabuik naiak pangkek; Tabuik naik pangkek dilaksanakan pada hari kesepuluh Muharaam sekitar jam 04.00 menjelang subuh sampai jam 09.00 pagi di laksankan secara bersamaan dimasing daraga tabuik. Jadi pada hari kesembilan diperkirakan untuk masing-masing tabuik sudah harus selesai dikerjakan. Persiapan-persiapan untuk tabuik naik pangkek sudah dimulai sejak sehari tabuik naik pangkek seperti pembuatan tabuik bagian atas, memasang hiasan serta menghiasi puncak tabuik danbagian sayap tabuik. Pada tanggal 10 Muharram sekitar jam 04.00 sebelum subuh para tukang tabuik dibantu sekitar 20 orang bersiap-siap melaksankan kegiatan tabuik naik pangkek. Kegiatan tabuik naik pangkek, merupakan penggabungan pangkek atas dengan pangkek bawah yang masing-masing tingginya mencapai enam sampai tujuh meter. Jadi jika tabuik telah selesai disatukan, maka tinggi tabuik mencapai dua belas sampai empat belas meter.
  • Mahoyak tabuik; Mahoyak tabuik dilaksanakan pada hari terakhir yaitu tanggal 10 Muharram yang dilaksakan sekitar pukul 13.00 sesudah salat zuhur. Masing-masing tabuik diletakkan di jalan kota Pariaman dengan jarak sekitar 130-150 meter. Rombongan untuk setiap tabuk terdiri dari para pembawa tabuik, orang siak sebagai pemimpin pembacaan doa ketika mulai mahoyak tabuik, pawang tabuik sebagai pembaca mantra-mantara agar tabuik dan pesertanya tidak mendapat musibah, agar terhindar dari perbuatan jahat dari tabuik lawan, pembawa musik, dan urang bagak tabuik. Kegiatan mahoyak tabuik, merupakan acara puncak dari seluruh rangkaian kegiatan 10 Muharram, sehingga pelaksanaannya berbeda dengan acara-acara sebelumnya, mahoyak tabuik dimulai dengan pembacaan doa oleh orang siak, kemudian pidato pembukaan oleh pemerintah kota Pariaman. Penyambutan kepala pemerintahan kota Pariaman, serta pejabat pemerintah lainnya disambut dengan tari Galombang. Mahoyak tabuik ditandai dengan musik gandang dengan lagu hoyak tabuik. Lagu ini dimainkan dengan musik tempo cepat guna untuk membangkitkan semangat para pembawa tabuik dan pendukung tabuik lainnya. Para pembawa tabuik melakukan antraksi dengan menggoyang-goyayangkan tabuik, merebahkan, membawa tabuik berlari menuju tabuik lawan sambil berkata hoyak Husein, hoyak Husein, hoyak Husein, yang dilakukan berulang-ulang kali dengan suara yang keras dan serempak. Mahoyak tabuik ini dilakukan oleh kedua pembawa tabuik yaitu tabuik pasa dan tabuik subarang secara bergantian.
  • Tabuik dibuang ke laut; Membuang tabuik ke laut merupakan rangkaian acara yang terakhir menggambarkan pengusungan jenazah Husain ke pemakaman. Mahoyak tabuik ke laut ini dimuai sekitar pukul 16.00, bangunan tabuik yang ribuan para pengunjung yang sering disebut dengan pelayat, mengakibatkan jalan menuju pantai menjadi padat, sedangkan untuk tabuik subarang mengiri dari belakang. Suasana haru, duka mulai menyelimuti para pembawa tabuik dengan iringan musik doll dan tassa. Acara mahoyak tabuik ke laut menggambarakan jenazah Husain naik ke surga, dan acarapun selesai. Semua peristiwa yang terjadi selama 10 hari tersebut keterangan berupa emosi, cidera, dendam dan amarah habis bersamaan tenggelamnya tabuik di laut, dikarenakan niat dan acara sudah terlaksanakan, dan masyarakat kembali lagi beraktivitas separti biasanya.
  • Nilai-nilai yang terkandung dalam tradisi Hoyak Tabuik
Tradisi manghoyak tabuik pada 10 Muharram bukan saja penting bagi masyarakat sekitar pariaman melainkan penting juga bagi masyarakat lainnya dikarenakan tradisi ini mengangkat pentingnya nilai suatu budaya yang harus dipertahankan, selain itu nilai yang tertinggi dari suatu kebudayaan adalah adat istiadat. Tradisi hoyak tabuik menceritakan suatu kilasan dimasa lampau dalam memperjuangkan agama islam, tanpa adanya masa lampau maka kita tidak akan belajar apa-apa untuk berkembang pada saat sekarang ini, untuk itulah gunanya sejarah.
10 Muharram menghoyak tabuik juga menumbuhkan rasa cinta terhadap keturun nabi, selain itu perayaan ini mengajarkan seni dimasa lalu, seni musik tradisional masa lalu antara lain perpaduan bunyi dengan peralatan yang sederhana seperti gendang yang terbuat dari kulit sapi dan kambing yakni gendang tansa dan pada  bangunan tabuk terdapat motif dan hiasan yang unik yang digunakan untuk menghias tabuik sehingga menghasilkan kerajinan yang sangat indah, setiap tingkatan tabuik sendiri memiliki motif yang berbeda.
Selain itu, tradisi hoyak tabuik juga mengajarkan nilai sosial berupa kebersamaan masyarakat Pariaman dalam menggelar acara ini serta partisipasi dalam bentuk tenaga dan dana agar acara ini meriah dan tak terkendala dan setiap yang telah ditugaskan dalam acara ini bekerja dengan penuh rasa tanggung jawab serta tepat waktu. Nilai agama yang dapat diambil dari perayaan tabuik adalah anjuran untuk membaca doa saat memulai suatu pekerjaan, agar terhindar dari sikap sombong yang membanggakan kemampuannya. 

Kesimpulan dan Saran 
Kesimpulan 
  1. Tradisi 10 Muharram Manghoyak Tabuik Merupakan tradisi kearifan lokal di Pariaman yang diadakan untuk mengenang Husein Bin Ali dalam peperangan di Padang Karbala melawan  tentara Yazid bin Muawwiyah  (680 M/61 H).
  2. Perayaan tradisi 10 Muharram hoyak tabuik diadakan mulai dari 1-10 Muharram dengan 10 rangkaian acara dimulai dari pembuatan Tabuik, mengambil tanah, mengambil batang pisang, maatam, mangarak jari-jari, mangarak sorban, tabuik naiak pangkek. Mahoyak tabuik, tabuik dibuang ke laut, rangkaian acara ini memiliki makna tersendiri pada setiap bagiannya, bagi orang Minangkabau. Hal ini disebabkan karena fungsinya sebagai pengokoh norma-norma atau nilai budaya yang ada dan berlaku dalam kehidupan masyarakat.
  3. Tradisi 10 Muharam Hoyak Tabuik mengajarkan kita akan pentingnya sejarah dan kejadian di masa lalu agar dapat mengambil hikmah dalam hidup.
  4. Tradisi 10 Muharram Hoyak tabuik seni tradisional dimasa lalu seperti seni musik dan seni ukir dalam menghias.
Saran 
Diharapkan tradisi ini terus dipertahankan dan berkembang namun tidak merubah makna dan pengertiannya sebagai suatu kearifan lokal Sumatera Barat. Setiap kali tradisi ini di gelar diharapkan tatap menunjukan makna-makna dan nilai-nilai yang ingin dicapai dalam masyarakat agar tidak menjadi sebuah festifal tahuanan yang tidak berarti apa-apa.

Baca Juga: 

KRITIK SENI : Pertunjukan Teater Ladang Binatang “Para Binatang Saling Sikut Berebut Kekuasaan” Disutradarai oleh Chandra Kudapawana


Daftar Pustaka 
Dahri, Harapandi. 2009. Tabot Jejak Cinta Keluarga Nabi Di Bengkulu. Jakarta: Citra.
Endraswara, Suwardi. 2003. Metodelogi Penelitian Budaya. Yogyakarta: Gajah Mada Univercity Press.
Ilal khairi, Asra. 2011. Komparasi Motif Ukiran Rumah Gadang Bukik Surungan Kelarasan Koto Piliang Koto Padang Panjang dengan Rumah Gadang Sicamin Biaro Kelarasan Koto Piliang Kabupaten Agam Sumatera Barat (Tesis, Universitas Pendidikan Indonesia, 2011, tidak diterbitkan).
 Koentjaningrat. 1982. Manusia dan Kebudayaan di Indonesia. Jakarta: Djambatan.


SEMOGA REFERENSI INI BERMANFAAT

No comments:

Featured Post

Materi 6: RAGAM HIAS PADA WASTRA INDONESIA

Powered by Blogger.