BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan rangkaian upaya yang dilakukan oleh individu maupun kelompok untuk memberikan perubahan terhadap seseorang agar menjadi manusia yang lebih baik. Setiap orang pernah mengalami pendidikan dimulai dari pendidikan keluarga yang diberikan oleh orang tua hingga pendidikan yang didapatkan dari bangku sekolah. Namun, tidak semua orang paham apa itu pendidikan dan tujuan dari pendidikan tersebut.
Pengertian pendidikan sendiri diartikan beragam oleh banyak kalangan atau oleh para ahli dalam pendidikan. Perbedaan tersebut merupakan hal yang wajar dimana banyaknya buku-buku ataupun jurnal beredar menjelaskan pengertian pendidikan, selagi perbedaan tersebut membawa pengaruh baik bagi dunia pendidikan hal tersebut dianggap sah dan malah menjadi menambah wawasan diri.
Salah satu pengertian pendidikan di Indonesia yang menjadi pedoman penyelenggaraan pendidikan nasional adalah UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual, keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, ahklak mulia, serta keterampilan, pengendalian dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara.
Berdasarkan pengertian pendidikan tersebut, penulis berusaha mencari tahu bagaimana perkembangan mutu pendidikan Indonesia serta upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan pendidikan di Indonesia serta melihat/memperhatikan pendidikan Amerika Serikat sebagai acuan dalam memperbaiki dan mengembangkan kelemahan dan kelebihan sistem pendidikan Indonesia. Untuk itu, pada makalah ini akan dibahas secara singkat tentang “ Mutu Pendidikan : Sistem Pendidikan Indonesia dan Amerika Serikat”
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, rumusan masalah yang akan dikaji oleh penulis adalah :
- Bagaimanakah Mutu Pendidikan di Indonesia?
- Bagaimanakah Sistem Pendidikan Pendidikan Indonesia dan Amerika Serikat?
- Bagaimanakah Upaya Peningkatan Mutu Pendidikan Indonesia?
C. Tujuan Penulisan
Makalah ini bertujuan untuk:
- Untuk mengetahui bagaimana Mutu pendidikan di Indonesia
- Untuk mengetahui Sistem Pendidikan Indonesia dan Amerika Serikat
- Untuk Upaya Peningkatan Mutu Pendidikan Indonesia
D. Metode Penulisan
Metode yang digunakan dalam menyelesaikan makalah ini adalah studi kepustakaan melalui literature buku-buku yang sesuai dengan materi dan jurnal nasional maupun internasional yang diakses melalui link terpercaya.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Mutu Pendidikan
1. Pengertian Mutu Pendidikan
Apakah mutu itu? mutu adalah sebuah proses terstruktur untuk memperbaiki keluaran yang dihasilkan. Mutu bukanlah benda magis atau sesuatu yang rumit. Mutu didasarkan pada akal sehat (Jerome S. Arcaro, 2007, hlm. 75). Mutu pendidikan yang baik merupakan sebuah tujuan yang diharapkan dari penyelenggaraan pendidikan di dunia, setiap negara berupaya untuk dapat meningkatkan mutu pendidikan guna merubah sistem pendidikan kearah pendidikan yang lebih baik sesuai dengan visi misi dari pendidikan disuatu negara hingga visi misi suatu sekolah.Jerome S. Arcaro (2007, hlm. 85) menyatakan:
Sebuah pendapat DR. W. Edward Deming mengembangkan 14 perkara yang akan menggambarkan “Hakikat Mutu Pendidikan” antara lain: 1) Menciptakan Konsistensi Tujuan, 2) Mengadopsi Filosofi Mutu Total, 3) Mengurangi Kebutuhan Pengujian, 4) menilai bisnis sekolah dengan cara baru, 5) memperbaiki mutu dan produktifitas serta mengurangi biayanya, (6) belajar Sepanjang Hayat, 7) kepemimpinan dalam pendidikan, 8) mengeliminasi rasa takut, 9) meneliminasi hambatan keberhasilan, 10) menciptakan budaya mutu, 11) perbaikan proses, 12) membantu siswa berhasil, 13) komitmen, 14) tanggung jawab
2. Pengertian, Fungsi, Tujuan Pendidikan
a. Pengertian pendididkan
Berikut adalah pengertian pendidikan menurut para ahli T. Raka Jonil Driyakarya, Ki Hajar Dewantara, Langeveld (dalam Rugaiyah dan Atiek Sismiati, 2013, hlm.6) menyatakan:
Pendidikan adalah “Proses interaksi manusiawi yang di tandai keseimbangan kedaulatan subjek didik dan kewibawaan pendidik” (T. Raka Jonil). Sedangkan Drikarya Menjelaskan pendidikan adalah “proses memanusiakan manusia muda”. Mendidik adalah “menuntun segala kodrat yang ada pada anak untuk mencapai keselamatan dan kebahagiaan”(Ki HAjar Dewantara). Langeveld berpendapat pendidikan adalah “ mempengaruhi anak membimbingnya supaya menjadi dewasa”.
Selanjutnya Ahmad D. Marimba (dalam Hasbullah, 2009, hlm. 3-4) menjelaskan pengertian pendidikan menjadi beberapa unsure.
Pendidikan adalah bimbingan antara pimpinan secara sadar oleh si pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani si terdidik menujun terbentuknya kepribadian yang utama.
Unsure-unsur yang terdapat dalam pendidikan dalam hal ini adalah:
- Usaha (kegiatan), usaha itu bersifat bimbingan (pimpinann atau pertolongan) dan dilakukan secara sadar.
- Ada pendidik, pembimbing, atau penolong.
- Ada yang didik atau siterdidik.
- Bimbingan itu memiliki dasar dan tujuan.
- Dalam usaha itu tentu ada alat-alat yang digunakan.
GBHN 1988 (dalam Umar & Sulo, 2015, hlm. 36-37) menyatakan tentang pengertian pendidikan:
Memberikan batasan tentang pendidikan nasional sebagai berikut: pendidikan nasional yang berakar pada kebudayaan bangsa Indonesia dan berdasarkan pancasila serta Undang-undang Dasar 1945 diarahkan untuk meningkatkan kecerdasan serta harkat dan martabat bangsa, mewujudkan manusia serta masyarakat Indonesi yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berkualitas, dan mandiri sehingga mampu membangun dirinya dan masyarakat sekelilingnya serta dapat bertanggung jawab terhadap pembangunan bangsa.
Berdasarkan pengertian yang telah dipaparkan pendidikan merupakan upaya secara sadar yang diberikan oleh pendidik baik guru maupun orang tua kepada anak agar memiliki sikap yang baik dan sopan dan pengetahuan serta keterampilan dalam menjalankan kehidupan bermasyarakat. Pelaksanaan pendidikan terdiri atas pendidikan formal yang didapatkan anak di sekolah melalui guru staf dan kepala sekolah serta kurikulum yang mengatur pelaksanaanya, dengan tujuan pendidikan di sesuaikan dengan tujuan pendidikan Nasional. Selanjutnya pendidikan non formal yang didapat seorang anak atau siswa di lingkungan keluarga melalui ayah dan ibu berupa warisan budaya dan agama serta sosialisai dengan lingkungan masyarakat tempat tinggal.
Dalam pendidikan sendiri ada dua hal yang tarik menarik dan saling berhubungan dari segi bahasa. Mendidik adalah kata kerja dan pendidikan sebagai kata benda. Kata tersebut bahwa tugas guru selain pendidik gaya mendidik, sesuai dengan hakekat pendidikan yaitu proses pembangunan kualitas hidup. Ki hajar dewantara ( 1889-1959) memandang “ pendidikan merupakan daya upaya untuk memajukan budi pekerta (karakter, kekekuatan batin) pikiran (intelektual ) dan jasmanai yang selaras dengan alam dan masyarakatnya ( Dedi Mulyasana, 2012, hlm. 3).
Pendidikan merupakan proses pematangan kualitas hidup dengan mengupayakan majunya cara berfikir yang membentuk karakter, berbudi pekerti baik serta jasmani selaras dengan alam dan masyarakat. Di dalam pendidikan, pembentukan perilaku sebagai karakter sangatlah penting bagi peserta didik agar di dalam masyarakat dapat berperilaku serta bersikap sebagai mahluk sosial yang memiliki tabiat atau sifat yang bisa bermanfaat bagi sesama, baik di lingkungan dan masyarakat.
Selain memperhatikan pembentukan karakteristik peserta didik tersebut, pendidik juga harus memperhatikan pengembangan daya fikir dan naluri peserta didik selaras dengan alam serta nalurinya.
b. Fungsi dan Tujuan Pendidikan
Berdasarkan pasal 1 UU Sistem Pendidikan Nasional No. 2003 Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi pesrta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada tuhan yang maha esa, berahklak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab. (Dedi, 2012, hlm. 5).
Dalam hal ini tujuan pendidikan adalah sebagai petunjuk, panutan, mengarahkan peserta didik untuk dapat berkembang dan tumbuh berdasarkan potensi mereka serta mengembangkan konsep diri yang sebenarnya. Supaya mereka dapat bersaing, serta menjalani dan mempertahankan kehidupannya dimasa depan yang penuh tantangan dan perubahan.
Pendidikan berfungsi untuk mengembangkan kemampuan dan pembentukan watak serta peradaban bangsa yang bermartabat, yang mana tertuang dipasal di atas untuk menjadikan manusia Indonesia beriman dan bertaqwa kepada tuhan yang maha esa, berahlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratif serta bertanggung jawab.
Dengan demikian fungsi pendidikan adalah memastikan nilai-nilai positif, dikembangkan sebagai alat untuk memberdayakan semua potensi peserta didik agar mereka dapat tumbuh berkembang sejalan dengan tuntutan agama sosial, ekonomi, kesehatan dan yang lainnya sesuai kebutuhan dalam peserta didik.
Untuk itu Kementerian Pendidikan Nasional menetapkan visi pendidikan Indonesia tahun 2025 yang isinya “ menghasilkan Indonesia yang Cerdas dan Kompetitif (Insan Kamil/ Insan Paripurna). Yang dimaksud dengan insan Indonesia cerdas adalah insane yang cerdas komprehensif, yaitu cerdas spiritual, cerdas emosional, cerdas sosial, cerdas intelektual, dan cerdas kinestetis.” (Kemdikbud, Renstra, tahun. 2010-2014)
Pendidikan akan juga membentuk peserta didik memiliki kemampuan yang akan menjadi manusia sebagai mahkluk yang berketuhanan (tunduk dan patuh pada konsep ketuhanan), kemampuan untuk menjadi diri sendiri, kemampuan untuk hidup secara harmoni dengan manusia dan mahkluk lainnya dan kemampuan untuk menjadikan dunia ini sebagai wahana kemakmuran dan kesejahtraan bersama.
Selain itu pendidikan juga “Membentuk watak” dalam pendidikan Nasional sebenarnya adalah menfasilitasi, menguatkan dan mengembangkan watak, yang mana peseta didik menjadi subjek dalam pendidikan agar pengembangan dan penguatan watak sebagai proses pembentukan karakter peserta didik.
Perwujudanya adalah pendidik memiliki arti penting untuk setiap warga negaranya untuk membentuk jati diri sebagai bangsa bermartabat dan berkeadilan sosial, adil dan makmur, sesuai dengan tujuan serta fungsi pendidikan untuk setiap warga agar dapat menjawab tantangan zaman yang selalu berubah.
3. Permasalahan Dalam Penyelenggaraan Pendidikan
Pendidikan Nasional yang telah berjalan dan dilaksanakan dengan baik, lebih cenderung dan lebih memfokuskan pada porsi pengajaran yang lebih besar, tampak dan terikat pada proses pengajaran lebih mementingkan proses peningkatan kemampuan, keterampilan dan kecerdasan saja, sedangkan masalah pembentukan keperibadian yang unggul dan budaya mutu nyaris terlupakan sebagai hal yang sangat mendasar.
Salah satu kritik yang fundamental terhadap dunia pendidikan Indonesia adalah realitas semakin jauhnya dunia pendidikan dari nilai-nilai dasar kemanusiaan. (Muhajir, 2011, hlm. 46). Keadaan ini yang telah bergulir dan berjalan dalm proses pembelajaran selama ini sehingga terjadi ketidak seimbangan porsi dalam proses pembelajaran antara pementuk kecerdasan intelektual dengan kecerdasan emosional sebagai karakter dari pembentukan sikap.
Seperti yang telah tertera dalam pasal 3 Undang Undang No.20 Tahun 2003. Yang terlihat pelaksanaannya dari proses pembelajaran yang mana porsinya belum seimbang antara proses pembelajaran dan evaluasi belajar, dari beberapa hal dalam pelaksanaan pembelajaran antara kecerdasan intelektual, kecerdasan emosional sebagai sikap dari karakter belum tercermin dalam pelaksanan sebagai hasil dari pendidikan, hal tersebut dapat dilihat dari perilaku peserta didik baik secara sosial, ekonomi, serta budaya di dalam kehidupan masyarakat. Permasalahan yang terkait dalam penyelenggaraan pendidikan antara lain:
a. Sumber daya pendidikan yang belum handal.
b. Pembelajaran lebih memperlihatkan kualitas hasil bukan proses.
c. Kurikulum dan evaluasi lebih bersifat farsial.
d. Manajemen pendidikan dan kinerja pengajar masih menitik beratkan pada administartif.
e. Perubahan kebijakan dan kurikulum belum mampu menjawab kualitas proses dan mutu lulusan.
f. Fasilitas belajar dan pendidik belum menyatu.
g. Budaya belajar serta kinerja mengajar belum secara komperensif terlaksana.
Terkait dengan upaya dan langkah-langkah dalam penyelenggaraan pendidikan, Kihajar Dewantara mengemukakan pendekatan yang bersifat humanistik dalam proses pendidikan dengan lima azas penting:
a. Azaz kemerdekaan
b. Azaz kodrat alam
c. Azaz kebudayaan
d. Azaz kebangsaan
e. Azaz kemanusian
Selain itu, penelitian selalu menunjukan bahwa kualitas hubungan guru siswa adalah salah satu faktor terpenting mungkin satu-satunya faktor yang paling penting yang mempengaruhi kesehatan emosi, motivasi, dan pembelajaran siswa selama menempuh pendidikan. Ketika siswa memiliki hubungan yang positif dan suportif dan suportif dengan guru, mereka memiliki self-efficary yang lebih tinggi dan motivasi interistik yang lebih besar dalam belajar. (Ellis Ormrod, 2009).
B. Sistem Pendidikan Indonesia dan Amerika Serikat
1. Perkembangan Sejarah Pendidikan di Indonesia
Mengutip tulisan S. Nasution menjelaskan mengenai perkembangan sistem persekolahan di Indonesia yang dimulai dari sekolah-sekolah yang tidak berhubungan hingga menjadi sistem pendidikan yang memberikan kesempatan bagi putra-putri Indonesia menempuh sekolah dari jenjang rendah hingga jenjang perguruan tinggi. Dimulai dari 6 prinsip politik pendidikan kolonial Belanda yang ada di Indonesia.
“Pertama: dualisme dimana sekolah ada untuk anak belanda dan anak pribumi, westers dan inlands onderwijs. Pendidikan digunakan untuk mempertahankan perbedaan sosial dan bukan pertama-tama untuk mobilitas sosial.
Kedua: gradualisme yang ekstrem mengusahakan pendidikan rendah dan sederhana untuk anak Indonesia dan memperlambat lahirnya sekolah seperti ELS.
Ketiga: prinsip konkordansi memaksa semua sekolah berorientasi barat mengikuti mengikuti model sekolah di Nederland dan menghalangi penyesuaian sekolah dengan bangsa Indonesia. Namun, pengetahuan barat memperluas cakrawala orang Indonesia dan pendidikan barat serta metode organsasi politik menjadi instrument untuk menetang kolonialisme Belanda.
Keempat: kontrol sentral yang ketat yang menciptakan birokrasi yang ketat yang hanya memungkinkan perubahan kurikulum dengan persetujuan para pembesar di Indonesia maupun di negeri Belanda. Mengakibatkan lambanya perubahan pendidikan di bawah pemerintahan belanda.
Kelima: tidak adanya perencanaan pendidikan yang sistematis yang mengakibatkan pemerintah mencoba berbagai sekolah menurut keadaan zaman. Perkembangan rangkaian pendidikan dilakukan agar mendapatkan pendidikan yang sama dengan belanda.
Keenam: pendidikan pegawai sebagai tujuan utama sekolah perkembangan vertical dari sistem pendidikan dipengaruhi oleh kebutuhan pemerintah akan pekerja yang berpendidikan tinggi”. (S. Nasution, 2008, hlm. 144-145)
Perbedaan penyelenggaraan sekolah yang diperuntunkan untuk anak pribumi dan anak belanda. Dimulai dari kurikulum sekolah belanda yang benar-benar dipersiapkan dengan matang hingga keperguruan tinggi. Sementara, sekolah pribumi tidak memiliki arah tertentu tentang sistem pendidikan dengan tanpa lanjutan dari jenjang pendidikanya dikarenakan bergantung kepada belanda. Sehingga, menimbulkan desakan dari pribumi untuk menyesuaikan perubahan pendidikan hingga terorganisasi.
Keinginan untuk mendapatkan kesetaraan pengorganisasian pendidikan bagi kaum pribumi hingga keluarlah peraturan tentang jenjang pendidikan di zaman itu. Mudyahardjo (2009, hlm. 266) menyatakan:
Sistem persekolahan zaman kolonial Belanda abad ke-20
1) System persekolahan terdiri atas tiga jenjang pendidikan, yaitu:
a) Pendidikan rendah (Lagere Onderwijs)
b) Pendidikan lanjutan (middlebaar Onderwijs)
c) Pendidikan tinggi (Hooger Onderwijs)
2) Pendidikan terendah terendah terdiri atas:
a) Sekolah Eropa, yang berbahasa pengantar bahasa Belanda
b) Sekolah bumi putera, yang berbahasa pengantar bahasa melayu dan daerah
Walau telah mendapat kesetaraan antara pendidikan belanda dan pribumi, banga Indonesia terus berupaya untuk mendapatkan kemerdekaan. Hingga akhirnya sampai pada Pendidikan Nasional yang ada pada Pembangunan Nasional. Pembangunan pendidikan merupakan subsistem administratif dimana operasional dalam pengelolaan pendidikan dan pelaksanaan kegiatan proses belajar mengajar setiap satuan pendidikan agar dapat mencapai tingakat partisispasi efesieni, efektifitas dan relevansi pendidikan yang tinggi dalam penyelenggaraannya. Dalam rujukan yang sama Mudyahardjo (2009:266) menyatakan peranan Pembangunan Nasional:
1. Payung pembangunan pendidikan nasional, yang berfungsi menjadi salah satu pembatas lingkungan Pendidikan Nasional, dan parameter atau tolak ukur kontribusi keberhasilan fungsi Pembangunan Pendidikan Nasional terhadap Pembangunana Nasional.
2. Sumber yang memberikan masukan pada Pembangunan Pendidikan Nasional berupa hasil-hasil pembangunan dari sekotor-sektor lainnya, yang diterima oleh pembangunan Pendidikan Nasional, berupa:
a) Informasi
- Informasi Produk : Jumlah dan kuaalitas calon murid/ siswa/ mahasiswa/ warga belajar
- Informasi operasional : Peraturan-peraturan tentang pendidikan, kurikulum, sarana, dan prasarana serta tenaga kependidikan.
b) Energy (tenaga)
- Penyediaan tenaga pendidikan
- Penyediaan sukarelawan
c) Bahan-bahan
- Penyediaan dana dari GNP berupa anggaran dan belanja pendidikan
- Penyediaan dana dari keluarga dan masyarakat
- Penyediaan sarana dan prasarana pendidikan
- Penyediaan teknologi pendidikan
Berdasarkan kutipan di atas segala upaya dilakukan agar dapat menghasilkan Pendidikan Nasional yang lebih baik guna mencapai Pembangunan Nasional yang ideal. Selain itu tujuan dan visi misi Pendidikan Nasional telah tertuang dalam UU Sistem Pendidikan Nasional No. 20. Tahun 2003.
2. Sekilas Sejarah Pendidikan Umum Amerika Serikat
Mengutip dari tulisan (i.n. thut & don adams, 2005, hlm. 355-366) Berdasarkan the Acts of Uniformity and Supremacy – undang undang keseragaman dan Supremasi, menyatakan raja inggris bertindak sebagai pelindung kepercayaan yang sah dan beranggapan dirinya punya otoritas untuk menindas semua ajaran yang bertentangan dengan aliran Anglikan . Namun, pemerintah inggris tidak menjalankan sekolah sendiri, juga tidak menyediakan dukungan sistematis dan teratur untuk pihak-pihak yang mengelolanya. Pendidikan dianggap sebagai tanggung jawab keluarga dan setiap orang berhak untuk membuka usaha di bidang ini sesuai yang mereka inginkan selama usaha itu tidak bertentangan dengan raja atau gereja resmi.
Walapun pada dasarnya orang-orang Anglikan yang tinggal menetap tidak terlalu aktif memberikan pendidikan untuk rakyat biasa, kecuali beberapa pendidikan agama yang diberikan oleh rector local dan para pembantunya. Pendidikan di Virginia di bawah pengawasan pendeta anglikan, merupakan generasi pertama colonial inggris di Jameston dan koloni Virginia yang berupaya memindahkan sistem gereja dan sipil Inggris ke Amerika. Namun tuan tanah setempat lebih memfokuskan anak mereka untuk belajar agar bisa pulang dan masuk perguruan tinggi di Inggris seperti Oxford dan Cambridge.
Berbeda dengan kaum-kaum Puritan di New England yang mendapatkan hak untuk mengajarkan pandangan-pandangan kaum kepada anak mereka di sekolah yang bebas dari pengawasan pendeta Anglikan. Semua pengecualian beserta kesepakatan diuraikan secara terperinci dalam piagam the Massachucetts Bay Company. Piagam ini menandakan hak istimewa seperti yang diperoleh pendeta Anglikan di negerinya sendiri. Kaum Puritan menganggap pendidikan sebagai perpindahan kewajiban religious, yang wajib menyelenggarakan. Oleh karena itu, Koloni New England dengan aksi-aksi publik yang cermat nyaris secara bersamaan mendirikan sekolah berbahasa latin, kemudian sebuah college dan akhirnya menyerahkan tanggung jawab untuk mendirikan dan mengelola sekolah berbahasa daerah pada jemaat gereja tersendiri.
Namun keadaan tersebut tidak berlangsung lama terdapat golongan atau individu yang mulai mengingkari teologi yang ditentukan pemerintah lokal dan terjadilah pemberontakan. Akhirnya pada tahun 1634-1635 kelompok pemberontakan meninggalkan Massachucetts dan membangun koloni Connecticut. Pada dasarnya koloni Connecticut berbeda dengan koloni Virginia dan Massachucetts Bay, yaitu koloni tersebut didirikan tanpa persetujuan raja atau otoritas sipil dan gereja lainnya. Kelompok tersebut membuat perjanjian dan peraturan tertulis pertama yang menurut para sejarahwan merupakan dokumen yang mengatur kehidupan komunitas dan mencurahkan perhatian untuk anggota yang tidak bisa membaca. Dengan berdirinya pemerintahan ini, masyarakat menetapkan dengan seksama kewajiban dan batas-batas otoritas pada sebuah dokumen bernama the Fundamental Orders --- Tata Tertip Dasar.
Dokumen tersebut mensiratkan bahwa koloni Connecticut jelas-jelas memandang bahwa kedaulatan ada ditangan rakyat dan pemerintahan dibentuk oleh rakyat untuk melayani harapan dan kebutuhan rakyat. koloni Connecticut memberikan teladan penetapan pola terdesentralisasi serta tanggung jawab serta pengawasan lokal dalam bidang pendidikan yang saat ini sudah berurat akar bertahan di Amerika Serikat. Oleh karena itu pendidikan menjadi refleksi gagasan dan aspirasi lokal, kualitas dan ruang lingkup pengajaran dari satu tempat ketempat lain. Keinginan mencegah kemungkinan pengabaian disuatu tempat dan melemahnya kehidupan masyarakat sebagai akibatnya, menyebabkan masyarakat setempat mengesahkan undang-undang pendidikan ditingkat koloni. Salah satu diantaranya adalah “Old Peluder Satan Act” yang disahkan oleh koloni Massachussets Bay pada 1647.
Ketika perang kemerdekaan semakin mendekat, pola Inggris cenderung mendominasi institusi pendidikan koloni. Selain menjadi teladan bagi sekolah individu, pola ini juga menyebarluaskan kebijakan untuk upaya swasta, kontrol lokal, dan sifat kehadiran yang sukarela. Sebelum kemerdekaan menjadi tanggung jawab sipil sesaat setelah kemerdekaan dimenangkan, diperkirakan hanya dua dari lima anak yang bisa membaca.
Setelah tahun 1800, imigran berdatangan dari Eropa, khususnya dari Jerman, dengan membawa ajaran politik liberal, metode rasional dalam penyelidikan filsafat dan metode ilmiah, menempatkan pendekatan baru pada kebenaran yang menentang metode wahyu yang setelah sekian lama memelihara kekuasaan kerajaan dan gereja resmi di Eropa dan koloni-koloninya. Menurut pandangan ini, pengetahuan diperoleh dari data sensoris: panduan untuk hidup yang baik dicari melalui penyelidikan ilmiah.
Berdasarkan asumsi filosofi terungkap kemudian bahwa seorang manusia akan menemukan akhir yang baik jika ia memiliki pengetahuan untuk menemukannya. Pendidikan diperlukan agar pengetahuan itu tersedia bagi seluruh umat manusia. Asumsi filosofi tersebut menyataakan, inilah fungsi yang hanya dapat dilaksanakan dengan adil dan efektif oleh pemerintah. Oleh karena itu, muncul gerakan untuk mendirikan sekolah umum yang bebas untuk semua orang. Dan hanya mengajarkan pengetahuan yang penting dan bermanfaat. Untuk mengawasi pendistribusian dan di sekolah Massachuttes menunjuk Horace Mann sebagai pejabat sekolah pertama: Conecticut menunjuk Henry Banrad untuk posisi yang sama. Dari tahap-tahap inilah berkembang departemen pendidikan Negara bagian.
Akhirnya pada abad ke 19 pendirian sekolah negeri berhasil dibangun, namun sekolah yang dibuka untuk umum dan semua kalangan harus memisahkan diri dari gereja. Sekolah negeri dijadikan instansi sekuler lewat tindakan publik. Lembaga legislative Negara bagian mengesahkan undang-undang yang memberi wewenang kepada pemerintah lokal untuk menetapkan pajak pada property apapun di dalam wilayah kekuasaaanya agar dihasilkan pemasukan untuk menjalankan sekolah negeri. Undang-undang lain menetapkan cara pengorganisasian untuk distrik-distrik sekolah istimewa yang ukurannya jauh lebih kecil dari kota, kotapraja, atau country. Tetapi dengan wewenang yang sama untuk memberlakukan pajak dan menjalankan sekolah negeri. Dalam waktu yang sangat singkat, semua daerah yang berpenduduk di Negara itu sudah termaksuk ke dalam distrik sekolah. Banyak Negara bagian menjamin setiap anak berhak menerima pengajaran atas biaya public, meskipun itu berarti memperkerjakan guru khusus untuk mengajar di rumah si-anak. Perjalanan menuju pendidikan universal berlangsung pesat dan menyeluruh, dan pada akhirnya diikuti dengan pengesahan undang-undang yang menetapkan wajib hadir di sekolah.
Menjelang akhir abad ke-19, semua Negara bagian dalam perserikatan telah mengambil setidaknya langkah awal untuk menetapkan sistem kesinambungan yang didukung pajak, bebas, dan sekuler, untuk pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi dibawah pengawasan publik dan tersedia bagi semua kalangan tanpa merugikan anggota kepercayaan atau kelas sosial manapun. Model kelembagaan untuk sistem itu sebagian besar meniru sistem Prisia pra-1850. Kurikulum dan metode pembelajaran diadaptasi dengan kurikulum dan metode yang dibuat oleh Pestalozzi, Diesterweg, Frobel, dan Herbart. Universitas negeri dan Colage banyak yang mendapat dana bantuan tanah (land grant) banyak meniru University of Berlin. Sebaliknya sekolah swasta yang sedikit jumlahnya dan terutama terdapat di New England, banyak meniru sekolah Inggris, namun baik sekolah negeri maupun swasta sudah banyak di modifikasi dengan banyakanya pengaruh yang diterimanya dikemudian hari, sehingga sekolah-sekolah itu lebih mendekati bentuk Amerika yang khas. Kemudian sistem itu (sekolah negeri dan sekolah swasta) kini berdiri sejajar dalam segala hal dan antara sistem yang satu ke sistem yang lain bisa terjadi transfer disemua tingkatan.
Pada situasi sekarang ini, pendidikan umum di Amerika masih dianggap tanggung jawab rakyat. Di sana, tidak ada sistem pendidikan Nasional atau otoritas administrative. Di Negara bagian tertentu, khususnya New York dan California, rakyat telah sepakat bahwa bagian penting tanggung jawab atas pendidikan umum baik financial maupun administrasi terletak pada Negara bagian. Kontrol dan tanggung jawab lokal telah menghasilkan sekolah negeri yang baik, tempat semua orang—kaya maupun miskin—mengirimkan anaknya dengan senang hati, lebih jauh lagi tak satupun dari sekolah-sekolah itu yang merupakan pendidikan terakhir. Kebebasan gerakan pendidikan telah mencapai suatu taraf bahwa anak yang masuk sekolah dasar berkesempatan masuk kesekolah menengah dan bahkan ke perguruan tinggi disalah satu institusi negeri atau swasta di Negara sendiri maupun Negara lainnya. Jika fasilitas atau programnya tidak memadai, publik bebas mendirikan fasilitas dan program baru. Sewaktu-waktu apabila institusi dirasakan terlalu selektif sehingga menolak kesempatan bagi orang yang menghendakinya, maka dapat didirikan sekolah-sekolah baru. Diharapkan agar proses ini akan terus berlanjut.
Kebebasan bergerak yang diberikan oleh sistem pendidikan umum di Amerika dijamin oleh karakternya yang terpadu semua anak masuk sekolah dasar pada umur 6 tahun. Selama 6 tahun, mereka belajar fakta dan keterampilan dasar yang sama. Mata pelajaran untuk tahun ketujuh dan kedelapan memperlihatkan banyak sekali keragaman, baik untuk murid pada dua tahun tertinggi sekolah dasar delapan tahun atau murid pada dua tahun pertama sekolah menengah pertama. Perbedaan yang lebih luas terletak pada tahun kesembilan. Setelah itu, derajat pemisahan dan spesialisasi terus meningkat setiap tahunnya.
Sekolah menengah pertama-sekolah menengah atas maupun sekolah menengah umum- empat tahun adalah sekolah komprehensif- perbedaanya lebih terletak pada administrasinya dari pada kurikulum. Kecuali dibeberapa tempat, dalam komunitas tertentu hanya ada satu bentuk. Artinya, semua pendidik disuatu tempat tertentu diberikan dalam bentuk program sekolah menengah pertama-sekolah menengah atas 6 tahun. Lulus dari salah satu tipe program tersebut memiliki status yang sama untuk melanjutkan studi. Di sisi lain, sekolah kejuruan biasanya terspesialisasi membentuk program pengajaran yang setara tapi agak berbeda. Sekolah kejuruan ini bersifat tidak wajib. Mereka yang sekolah disini diperbolehkan pindah kesekolah menengah akademik atau masuk ke instusi pendidikan tinggi.
Sekolah menengah koperensif dapat diterapkan lewat penggunaan sistem mata pelajaran pilihan kreatif. Mereka yang asing dengan sistem ini harus ---istilah kerasnya---diperingatkan bahwa murid tidak sewaktu-waktu dibebaskan memilih mata pelajaran atau idang studi sebenarnya kenyataan yang terjadi adalah sebaliknya. Semua siswa diwajibkan mengikuti beberapa pelajaran dasar selama kurun waktu tertentu meskipun demikian, mata pelajaran seperti matematika dapat diberikan dalam beberapa bentuk yang masing-masing pelajaran khusus didaftar karena berkaitan dengan keterampilan tertentu atau bidang yang diamati. Pelajaran khusus ini jarang sekali bersifat kejuruan secara langsung., kecuali dalam bidang pertanian, ekonomi rumah tangga, dan studi sekretaris. Pelajaran-pelajaran ini lebih menolong siswa untuk menggali aktivitas dan bidang khusus, mempersiapkan mereka untuk lapangan kerja dimasa yang akan datang, dan kemudian memutuskan akan bersekolah dimana yang lebih mengarah pada lapangan pekerjaan itu.
Orang-orang yang ingin membandingkan pendidikan Amerika Serikat dengan pendidikan Eropa sebaiknya menyamakan rampungnya program akademik di junior college atau dua tahun pertama pada college empat tahun dengan selesainya ujian sarjana muda, ujian kelulusan ijasah tinggi lainnya. Studi yang berpusat pada bidang akademik tertentu --- istilah amerikanya adalah “majoring” (mata pelajaran pokok) --- dimulai pada tahun ketiga atau tahun junior di perguruan tinggi. Meskipun demikian, bahkan dilevel ini mahasiswa tidak diizinkan untuk mengambil spesialis pada tingkat yang sama seperti mahasiswa eropa yang memasuki sebuah fakultas universitas.
Pola pendidikan di Amerika serikat memang khas karena berkembang dari tipe Eropa dan diadaptasi terhadap iklim sosial yang khas. Kharakteristik yang membedakan kemampuannya untuk menampung semua golongan individu dan melayani banyak tujuan. Pola pendidikan Amerika Serikat dijalankan atas dasar bahwa setiap anak berhak untuk menentukan pekerjaan dimasa depan. Untuk itu, kebutuhan untuk mengambil keputusan tidak dipaksakan hingga anak mencapai tingkat kedewasaan dalam menilai dan memahami apa yang penting untuk mengambil keputusan yang bijaksana. Namun, semua keputusan tidak selalu memuaskan. Oleh karena itu program studi dipertahankan untuk tetap bersifat umum sehingga memungkinkan dilakukan transfer dengan segera jika ditemukan adanya kesalahan. Memang dirasakan bahwa kondisi ini hanya bisa dilakukan pada institusi yang berbentuk komprehensif, sekolah yang dirancang menawarkan banyak program dan menamapung semua individu berusia tertentu, dengan kemampuan, minat dan cita-cita masing-masing.
Hal senada yang membuktikan perjuangan penyelenggaraan pendidikan di Amerika tanpa membedakan kalangan baik kaya maupun miskin diutarakan oleh Edward j. Power (1970, hlm. 617) because,
many of the hopes for education in the US were realize in yhe twentieth century. Free public schools were made universally available. And opportunity for all children was expanded greatly. The teaching tradition of the past was reformed and reinvigorated in order that teaching and learning might accommodate the expanding needs of a democratic society. Knowledge about the art of teaching and the science of educations was organized, and consistent efforts were made increase the body of knowledge about teaching and learning.
Dalam kutipan tersebut Edward mengatakan orang-orang di Amerika Serikat yang menyadari bahwa pentingnya pendidikan untuk masyarakat menjadikan masyarakat Amerika menjadi suatu masyarakat yang demokratis. Untuk itu dibangun sekolah umum gratis yang tersedia umum dari segala kalangan. Segala tentang pengetahuan dan seni mengajar digalakkan guna meningkatkan pengetahuan tentang belajar dan mengajar yang akan di transfer kepada peserta didik di Amerika.
Berdasarkan sekilas sejarah pendidikan Amerika serikat dapat ditarik kesimpulan bahwa mereka menonjolkan DESENTRALISASI. Berdasarkan KBBI desentralisasi adalah “sistem pemerintahan yang lebih banyak memberikan kekuasaan kepada pemerintah daerah”. System pendidikan yang digelar di Amerika tidak dilakukan terpusat atau yang bersifat Nasional. Namun, masih memiliki tujuan yang setara dengan nasional.
Berdasarkan pada sejarah tersebut dapat ditarik kesimpulan tujuan pendidikan nasional dari amerika serikat antara lain:
- Mengembangkan potensi individu.
- Memperbaiki kondisi sosial masyarakat.
- Mempercepat kemajuan suatu daerah serat menyatukan keragaman sosial.
- Sistem Pendidikan Indonesia
a. Jalur Pendidikan Indonesia
Jalur pendidikan di Indonesia terdiri atas:
- Pendidikan Formal yang terdiri dari: 1) Pendidikan anak usia dini, 2) Pendidikan Sekolah Dasar selama 6 tahun, 3) Pendidikan Menengah Pertama dan Atas selama 6 tahun, 4) Perguruan tinggi terdiri D3, S1 (4 tahun), S2 (2 tahun).
- Pendidikan Nonformal (tempat les, TPA, dsb)
- Pendidikan Informal merupakan pendidikan dari keluarga dan lingkungan masyarakat.
b. Kurikulum dan Pembelajaran Indonesia
Kurikulum di Indonesia sangatlah penting dan merupakan perangkat yang mengatur jalannya proses belajar mengajar di sekolah. Tim Pengembangan MKDP (2013) menyatakan:
Pengertian kurikulum diorganisasi menjadi dua, kurikulum adalah sejumlah rencana isi yang merupakan sejumlah tahapan belajar yang didesain untuk siswa dengan petumjuk institusi pendidikan yang isinya berupa proses yang statis ataupun dinamis dan kompetensi yang harus dimiliki. Selanjutnya, kurikulum adalah seluruh pengalaman di bawah bimbingan dan arahan dari institusi pendidikan yang membawa ke dalam kondisi belajar.
Indonesia telah mengalami banyak perubahan kurikulum mulai dari: kurikulum 1947, kulikulum 1952, kulikulum 1964, kulikulum 1968, kulikulum 1968, kulikulum 1975, kulikulum 1984, kulikulum 1994, kulikulum 2002-2004 yang disebut dengan KBK (Kurikulum berbasis Kompetensi), kulikulum 2006 KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan), kulikulum 2013 (K-13). Yang membedakan dari setiap kurikulumnya adalah jumlah mata pelajaran di setiap jenjangnya dan jumlah beban per tatap muka dari setiap jenjangya.
Dalam masa sekarang ini dinas pendidikan indonesia yang memegang penyusunan kurikulum, berusaha menyempurnakan kurikulum K-13 agar dapat disetarakan dengan semua sekolah Indonesia.
Baca juga: Komparasi Kurikulum 2004 (KBK) dan Kurikulum 2007 (KTSP) Seni budaya
c. Sistem Evaluasi Hasil Belajar Indonesia
Evaluasi yang dilakukan ditingkat sekolah dasar sampai sekolah menengah berupa ulanagan harian, ujian semester (UTS, UAS, UKK), dan ujian akhir sekolah (US), instrument penilaian ditingkat perguruan tinggi terdiri atas penilaian proses dalam bentuk rubric, dan/atau penilaian hasil dalam bentuk potofolio atau karya desain. Penilaian sikap dapat melalui teknik observasi. Penilaian penguasaan pengetahuan keterampilan umum dan keterampilan khusus dilakukan dengan memilih salah satu kombinasi dari berbagai teknik dan instrument penilaian dan menyelesaikan laporan penelitian berupa skripsi, tesis dan disertasi.
4. Sistem Pendidikan Amerika Serikat
a. Jalur Pendidikan Amerika Serikat
Alur pendidikan di Amerika terdiri atas tiga jenis yakni : state role (1) the State role 1- primay secondary education (2) state role II-Tertiary education, (3) State Role III-Other Education Services. (U.S Departemen of Education, 1996).
The State Role I (Primary Secondary Education) disebut dengan “(elementary school) sekolah dasar dimulai dari kelas 1sampai kelas 4 atau sampai kelas 7 tergantung kebijakan Negara bagian dan sekolah pada distrik tersebut.( middle school) sekolah menengah melayani siswa dari kelas 5 sampai dengan kelas 9, tetapi sebagian besar berada pada kelas 6 sampai dengan kelas 8. Sekolah menengah pertama pada kelas atas (upper middle school) setingkat dengan sekolah menengah pertama terdiri atas kelas 7 sampai 9. Sekolah menegah atas pada umumnya dimulai dari 9 sampai 12”. (Dwi Kamayuda, 2016).
Selain itu juga dijelaskan bahwa pemerintah Negara memiliki kewenangan untuk mengatur pendidikan prasekolah, primer dan skunder yang umum; lisensi pribadi untuk TK, SD, dan sekolah menengah; dan lisensi untuk orang tua yang menyediakan rumah sekolah, mereka juga, dalam banyak kasus, membangun dan mengawasi kurikulum, standar, dan prosedur. Kebanyakan Negara pemerintahan terjadi melalui departemen Negara dan dewan Pendidikan, tetapi aspek-aspek tertentu sering diatur oleh badan khusus seperti NASBE, CCSSO, EROD Directory of state Education Agency. ( USNEI: Organization of U.S. Education: State role I-Primary and secondary Education: 2008). Didalamnya juga termaksuk private School (sekolah swasta), Alternative School (sekolah alternative), home schooling.
State role II-Tertiary Education merupakan pendidikan karir dan kejuruan (vocational) pendidikan amerika memberikan pengawasan atas pendidikan kejuruan dan pelatihan karis pribadi dalam berbagai cara. Penyediaan pelatihan karir pribadi diatur melalui berbagai otoritas tergantung Negara dan wilayah. ( USNEI: Organization of U.S. Education: State role II-Tertiary Education: 2008). Dimana nantinya mereka akan melanjutkan ke post secondary yang setara dengan universitas.
State role III- Other Education Services merupakan pendidikan yang diberikan pada anak berkebutuhan khusus, dimana Pendidikan khusus erat diatur di Amerika Serikat dan program-program negara secara signifikan didukung oleh dana federal, seperti penelitian dipendidikan khusus. Siswa yang disalurkan, atau ditempatkan di sekolah biasa dan kelas, untuk sedapat mungkin dan semua orang dengan cacat didiagnosa. ( USNEI: Organization of U.S. Education: State role III-: Other Education Services 2008).
b. Kurikulum dan Pembelajaran Amerika Serikat
Kurikulum yang digunakan di Amerika Serikat umumnya adalah IB (International Bacclauratc) yang di dalamnya terdapat PYP (Primary Year Program) yang diberlakukan untuk Sekolah Dasar, MYP (middle Year Program) untuk tingkat SMP dan SMA pada kurikulum ini pula selain mengambil mata pelajaran wajib, siswa diharuskan untuk memilih mata pelajaran optimal yang dapat membantu rencana karir mereka di masa depan. Mata pelajaran tersebut dipilih dengan kemampuan mereka tanpa tekanan, DYP (diploma Program) untuk jenjang universitas. (Elemtary and Secondary Education, n.d).
Selain itu John D. Pulliam and James Van Patten (1994, hlm. 276-277) menjelaskan karakteristik menjadi penyusunan kurikulum tingkat sekolah dasar dan menengah di Amerika ”Some of the characteristics of futres programs in elementary and secondary schools are as follows is interdisciplinary approach, problem analysis focus, faith in human ablity to control the future, open-ended, inquiry based methodology, value teaching in futuristics”
c. Sistem Evaluasi Hasil Belajar Amerika Serikat
Dwi Kamayuda (2016: 30-31) menjelaskan:
untuk mengukur hasil belajar siswa dilakukan beberapa macam system evaluasi di sekolah seperti ; (1) written reflection teknik penilaian untuk melihat pemahaman siswa dengan menulis refleksi diakhir pembelajaran…(2) In class Activity, teknik penilaian yang digunakan untuk penilaian dalam kelompok…(3) Quizzes (4) Exam termaksud test, mid term exam dan final exam, (5) Papers, Project and Presentation (6) portfolio. Selain itu terdapat sistem evaluasi yang dilakukan setiap tahunnya untuk melihat kemajuan belajar siswa disetiap Negara bagian. Tes ini adalah The National Assessment of Education Progress (NAEP).
d. Pembaruan Pendidikan di Amerika Serikat
Dianggap masih lamban dalam penerapan pendidikan pada tahun 1990 amerika merencanakan reformasi pendidikan. Dimana pada tahun tersebut presiden AS George H. B. Bush beserta seluruh gubernur Negara bagian menyetujui reformasi pendidikan dengan mencanangkan 6 tujuan nasional pendidikan AS, yakni pada tahun 2000:
- Seluruh anak AS diwaktu mulai masuk sekolah dasar sudah siap untyk belajar.
- Tamatan sekolah menengah naik sekurang-kurangnya 90%
- Murid-murid di AS yang menyelesaikan pendidikannya pada “Grade 4, 8, 12” mampu menunjukan kemampuan dalam mata pelajaran yang menantan, yaitu bahasa inggris, matematika, sains, sejarah, dan geografi. Setiap sekolah di amerika harus mampu menunjukan bahwa setiap anak dapat menggunakan pikirannya dengan baik, sehingga mereka siap menjadi warga Negara yang baik siap untuk memasuki pendidikan yang lebih tinggi, serta siap pula untuk pekerjaan yang produktif dalam perekonomian modern.
- Siswa AS adalah yang terbaik di Dunia dalam bidang sains dan matematika
- Setiap orang dewasa AS dapat membaca dan menulis, memiliki ilmu pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan untuk bersaing dalam ekonomi global, serta dapat melaksanakan hak dan tanggung jawabnya sebagai warga Negara.
- Setiap sekolah di AS harus bebas dari obat-obat terlarang dan kekerasan, serta dapat menciptakan suasana lingkungan yang mantap dan aman kondusif untuk belajar (Budy Sugandi. 2013)
C. Upaya Peningkatan Mutu Pendidikan di Indonesia
“Sistem Pendidikan Nasional adalah keseluruhan komponen pendidikan yang saling terkait secara terpadu untuk mencapai tujuan pendidikan nasional. Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa” (Alwasilah, C dkk, 2008, hlm. 4). Pada intinya pendidikan sangat penting dan harus dilaksanakan secara merata pada seluruh masyarakat indonesia. Pendidikan merupakan hak bagi setiap warga dengan memilih jalur pendidikan formal, nonformal serta pendidikan informal.
Gary Stix and Paul Wallich dan Didacus Jules dalam Allan C. Ornstein, Daniel U. Levine, Gerald L. Gutek with David E. Vocke, 2011, hlm. :459) merekomendasikan cara-cara untuk meningkatkan pendidikan terutama untuk negara berkembang
Recommendation for developing countries
To improve education in developing countries, researchers have suggested the following steps.
- Invest more in primary schools to broaden the base of students who can participate in higher levels of educations
- Avoid emphasizing higher-educations subjects that students will tend to study abroad and perhaps not return
- Make private schools an integral part of educational expansion plans
- Expand efforts to improve students’ cognitive functioning
- Work on overcoming obstacles that limit the education of girls and women.
- Substantially improve teacher preparation
- Use online learning courses and system, laptop networks, and other modern tegnologies to expand educational opportunities at all levels
Langkah tersebut dikutip dari buku foundation of education dan langkah tersebut dikutip dari hasil penelitian yang berjudul “ A Digital Fix for the Third World?” dan “ Rethingking Education for the Caribbran” dimana 1) jika Negara yang ingin berkembang ingin meningkatkan pendidikan di daerahnya alangkah baiknya untuk lebih banyak memperhatikan tingkat Sekolah Dasar agar dapat menanamkan keinginan pada peserta didik akan pentingnya sekolah hingga ke perguruan tinggi. 2) menanamkan rasa cinta tanah air, agar peserta didik yang menempuh pendidikan ke luar negeri mau kembali mengabdi ke Negara sendiri. 3) sekolah swata membuat rencana integral dari rencana perluasan ekolah. 4) meningkatkan fungsi kognitif peserta didik. 5) memeratakan pendidikan laki-laki dan perempuan, menanamkan pentingnya pendidikan disemua kalangan. 6) substansial meningkatkan kualitas guru. 7) memanfaatkan perkembangan zaman untuk memperluas kesempatan pendidikan disemua tingkatan.
1. Proses penyelenggaraan pendidikan
Proses penyelenggaraan pendidikan harus sesuai dengan tujuan utama pendidikan. Hal-hal yang harus dilksanan untuk meningkatkan mutu pendidikan diantaranya:
a. Peningkatan Kualitas Guru
Guru yang profesional senantiasa meningkatkan kualitasnya, menurut Sagala, S (2009, hlm. 14) “perlu diperhatikan secara sungguh-sungguh bagaimana memberikan prioritas yang tinggi kepada guru”. Guru harus diberi kepercayaan dalam melaksanakan tugasnya dengan baik, agar para guru dapat meningkatkan wawasannya dalam proses pembelajaran. Guru harus terampil dalam mengolah materi pembelajaran serta mampu menyesuaikan materi dengan lingkungan setempat. Guru-guru bisa menambah wawasan dengan memperbanyak baca, mengikuti seminar ataupun kursus pendidikan. Berkunjung ke sekolah lain untuk melakukan study komparatif menjadi salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas guru.
Melakukan kunjungan ke sekolah lain akan memberi manfaat sangat besar, dan mendapatkan insfirasi tertentu dalam mengajar. Berkomunikasi dengan para wali siswa, saling bertukar pikiran mengenai anak-anak serta mengenai prilaku anak serta kebiasaan anak. Melakukan komunikasi dengan para wali siswa. Terdapat 3 model pelatihan guru menurut Brown, G (1991, hlm. 8) yaitu “perencanaan, penampilan dan persepsi“. Ketiga hal tersebut merupakan aspek yang penting dalam proses belajar mengajar. Di dalam perencanaan, harus dapat “ membagi-bagi topik menjadi komponen-komponen, membeda-bedakan tujuan , memilih metode yang tepat untuk untuk mengajarkannya. Penampilannya dapat dianalisis menjadi komponen-komponen keterampilan yang terdiri atas pola-pola gerak-gerik mengajar... persepsi terhadap interksi guru-murid...” (Brown, G, 1991, hlm. 8).
b. Peningkatan terhadap perangkat pembelajaran.
Guru harus dapat menyesuaikan perangkat pembelajaran dengan materi yang akan disampaiakan. Materi pembelajaran harus sesuai dengan kurikulum. Menguasai metode pembelajaran, metode pembelajaran yang digunakan harus sesuai dengan materi yang akan disampaikan. Hal tersebut sejalan dengan Mulyasa, E (2009, hlm. 95) yang mengemukakan bahwa “ menjadi guru kreatif, profesional, dan menyenangkan dituntut untuk memiliki kemampuan mengembangkan pendekatan dan memilih metode pembelajaran yang efektif”.
Selain itu, elemen-elemen paling penting, seperti situasi kekhususan, sensitivitas budaya, kegunaan yang praktis, penerapan teoritis, ekonomis skalabilitas dan layak keberlanjutan bersama dengan berbagai kebutuhan pembelajaran bagi anak-anak harus diperhitungkan untuk mengembangkan model pembelajaran pribadi yang bisa digunakan dan efektif. (Kim, Miranda, & Olaciregui, 2008)
c. Program Pelatihan Pendidik
Yamin, M (2009, hlm. 152) mengemukakan bahwa terdapat enam perinsip terkait dengan program pelatihan pendidik yaitu :
- Pendidik adalah subjek dari praktik pengajarannya; inilah tugas pendidik untuk menciptakan dan mereka ulang praktik pengajaran tersebut...
- Pelatihan pendidik ini harus memberikan alat-alat agar mereka bisa melahirkannya sehingga bisa mengulang praktik pengajarannya dalam konteks belajar-mengajar dengan dilandasi oleh pemikiran-pemikiran atas rutinitas keseharian mereka...
- Pendidik harus mengikuti pelatihan secara konstan dan sistematis karena praktik pendidikan selalu berupa transformasi...
- Praktik pendidik menyaratkan pemahaman asal usul ilmu pengetahuan...
- Program pelatihan pendidik adalah sebuah batu loncatan untuk proses reorientasi kurikulum sekolah
- Program pelatihan pendidik akan memiliki hal-hal mendasar...
2. Literasi Membaca di Sekolah
a. Sekilas Tentang Literasi
Kern (dalam Hayat, B. dan Yusuf, S, 2010, hlm. 25) berpendapat bahwa pengertian literasi secara sempit didefinisikan sebagai “kemampuan untuk membaca dan menulis yang juga berkaitan dengan pembiasaan dalam membaca dan mengapresiasi karya sastra (literature) serta melakukan penilaian terhadapnya”. Kegiatan membaca sering kita lakukan dalam kehidupan sehari-hari, baik itu membaca buku, koran serta dari media elektronik. Kegiatan membaca tersebut harus terus ditingkatkan agar kemampuan membaca semakin terasah serta mampu memahami informasi yang terkandung didalamnya.
Kemampuan membaca bisa meningkatkan kemampuan intelektual dan memiliki dampak positif bagi perkembangan bangsa, sosial serta ekonomi. Sejalan dengan IEA (dalam Hayat, B. dan Yusuf, S, 2010, hlm. 56) berpendapat bahwa “ literasi membaca adalah salah satu komponen penting dalam studi internasionalnya selain literasi matematika dan IPA”.
“Literasi Membaca digambarkan sebagai kemampuan untuk memahami dan menggunakan bahasa tulis yang diperlukan oleh masyarakat dan atau yang berharga individu” (Hayat, B. dan Yusuf, S, 2010, hlm. 56). Pembaca dapat menangkap berbagai makna dari sebuh teks, pembaca dapat memperoleh berbagai informasi dari teks yang berbeda. Kegiatan membaca dapat dipengaruhi oleh lingkungan setempat seperti halnya ketika lingkungan perpustakaan yang nyaman dapat memotivasi anak untuk selalu mengunjungi dan melakukan kegiatan membaca di perpustakaan.
Hayat, B. dan Yusuf, S, (2010, hlm. 56) mengemukakan bahwa terdapat tiga aspek dalam literasi membaca yaitu :
- proses pemahaman ( processes of comprehension )
- tujuan membaca ( purposes for reading )
- sikap membaca ( reading behaviors and attitudes )
1) Proses Pemahaman
Dalam membaca setiap siswa memiliki proses pemahaman serta kesimpulan yang berbeda satu dengan lainnya. Pemahaman dalam membaca dipengaruhi oleh latar belakang pembaca serta pengalaman membaca yang telah dilakukan sebelumnya.
Tingkat kesulitan dalam membaca dapat ditemui pada teks yang panjang, kompleksitas struktur serta isi dari bacaan tersebut.
Djamarah, S (2008, hlm. 123) mengungkapkan bahwa terdapat empat teknik dalam membaca buku yaitu:
1. Baca pilih
Yang dimaksud dengan baca-pilih (selecting) ialah bahwa pembaca memilih bahan bacaan atau bagian (bagian-bagian) bacaan yang dianggap relevan, atau berisi informasi fokus yang ditentukannya.
2. Baca lompat
Dengan baca –lompat (skipping) yang dimaksud ialah bahwa pembaca dalam menemukan bagian atau bagian-bagian bacaan yang relevan, melampaui bagian-bagian lainnya...
3. Baca layap
Pembaca dapat menggunakan teknik baca-layap (skimming), yaitu membaca dengan cepat untuk mengetahui isi umum suatu bacaan atau bagiannya.
4. Baca tatap
Pembaca dapat juga menggunakan teknik baca-tatap (scanning), yaitu membaca cepat dan dengan memusatkan perhatian untuk menemukan bagian bacaan yang berisi informasi dari fokus yang telah ditentukan.
2) Tujuan Membaca
Tujuan membaca beraneka ragam sesuai dengan bidang yang kita baca tetapi yang jelas secara umum yaitu untuk mendapatkan informasi serta ada juga yang beralasan untuk kesenangan pribadi. Untuk mempermudah dan mengingatkan akan poin pokok maka bisa kita permudah dengan memberikan garis bawah pada bacaan yang kita anggap penting.
Tujuan membaca yang sering dilakukan anak-anak, baik membaca di sekolah maupun di rumah, yaitu:
1. Membaca cerita/ karya sastra
Cerita sastra yang menumbuhkan imajinasi tentang orang, binatang atau peristiwa tertentu.
2. Membaca untuk memperoleh informasi
Membaca untuk memperoleh informasi dalam dunia nyata, belajar berbagai hal dalam kehidupan masa silam, masa kini serta masa yang akan datang.
b. Peran Literasi Membaca Di Sekolah
Indonesia merupakan salah satu negara yang menempatkan pelajaran membaca sebagai bagian dari mata pelajaran (tidak terpisah).
Peranan sekolah untuk memberikan perhatian khusus pada kemampuan membaca menurut Hayat, B. dan Yusuf, S, (2010, hlm. 92) yaitu:
- Ditunjukan adanya indikator tersedianya kebijakan dan prosedur sekolah
- Sejauh mana perhatian sekolah terhadap pelajaran bahasa dan keterampilan membaca.
Aktivitas yang bisa dilakukan guru di kelas untuk membangun keterampilan membaca siswanya yaitu:
- Menemukan gagasan utama dari sebuah wacana
- Menjelaskan pemahaman teks dan membuat kesimpulan
- Membandingkan antar wacana dikelas
- Membuat prediksi tentang sesuatu yang akan terjadi berikutnya dalam sebuah wacana
- Membandingkan wacana dengan pengalaman pribadi.
Peningkatan mutu sekolah terus diperbaiki dan ditingkatkan, membiasakan membaca secara beruntun atau sering membaca bisa menjadikan hal yang fositif serta meningkatkan mutu sekolah. “ Model perbaikan sekolah dan proses mutu, sama-sama berupaya untuk mengidentifikasi praktik terbaik. Praktik terbaik digunakan sebagai standar yang digunakan untuk mengukur semua perbaikan” (Arcaro, J, 2007, hlm. 45).
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
- Pada dasarnya untuk meningkatkan mutu pendidikan disuatu Negara, pemerintah harus terbuka dengan perkembangan zaman, memahami kebutuhan dari siswa sebagai peserta didik menyesuaikan kurikulum dengan kebutuhan disuatu wilayah.
- Sistem pengelolaan Pendidikan yang digunakan di Amerika Serikat adalah desentralisasi. Sementara di Indonesia pendidikan di kelola oleh dina Pendidikan pusat
- Pendidikan di Amerika terbagi menjadi 3 alur yakni : state role (1) the State role 1- primay secondary education (2) state role II-Tertiary education, (3) State Role III-Other Education Services. Sedangkan di Indonesia Pendidikan Formal yang terdiri dari: 1)Pendidikan anak usia dini, 2) Pendidikan Sekolah Dasar selama 6 tahun, 3) Pendidikan Menengah Pertama dan Atas selama 6 tahun, 4) Perguruan tinggi terdiri D3, S1 (4 tahun), S2 (2 tahun), Pendidikan Nonformal, Pendidikan Informal merupakan pendidikan dari keluarga dan lingkungan masyarakat.
- Kurikulum yang digunakan di Amerika Serikat umumnya adalah IB (international Bacclauratc) yang di dalamnya terdapat PYP (Primary Year Program) yang diberlakukan untuk Sekolah Dasar, MYP (middle Year Program) untuk tingkat SMP dan SMA pada kurikulum ini pula selain mengambil mata pelajaran wajib, siswa diharuskan untuk memilih mata pelajaran optimal yang dapat membantu rencana karir mereka di masa depan. Mata pelajaran tersebut dipilih dengan kemampuan mereka tanpa tekanan, DYP (diploma Program) untuk jenjang universitas. (Elemtary and Secondary Education, n.d). sedangkan Indonesia menggunakan kurikulum yang terus direfisi setiap tahunnya, dan terus berkembang
B. Saran
Salah satu upaya yang bisa dilakukan untuk meningkatkan kualitas mutu pendidikan adalah meningkatkan kualitas guru, peningkatan terhadap saran-prasaran pendidikan, dan mengadakan literasi di sekolah.
DAFTAR PUSTAKA
Buku-buku Bacaan
Alwasilah, C. Dkk. (2008). Pendidikan di Indonesia. Jakarta. Kedeputian Bidang Koordinasi Pendidikan, Agama dan Aparatur Negara.
Allan C. Ornstein, Daniel U. Levine, Gerald L. Gutek with David E. Vocke. 2011. Foundation of Education. USA
Arcaro, J. (2007). Pendidikan Berbasis Mutu. Yogyakarta. Pustaka Belajar.
Brown, G. (1991). Pengajaran Mikro program keterampilan mengajar. Surabaya. Airlangga University Press.
Djamarah, S. (2008). Rahasia Sukses Belajar. Jakarta. PT Rineka Cipta.
Ellis Ormrod, Jeanne. 2009. Psikologi Pendidikan: Membantu Siswa Tumbuh dan Berkembang. Jakarta: Erlangga. Ed. Keenam. Jilid 2
Hayat, B. (2010). Mutu Pendidikan. Jakarta. PT Bumi Aksara.
Hasbullah. (2009). Dasar-dasar Ilmu pendidikan. Ed Revisi-7. Jakarta: Rajawali Pers.
I.N. Thut & Don Adams. 2005. Pola Pola Pendidikan, Dalam Masyarakat Kontemporer. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Jerome S. Carco.2007. pendidikan Berbasis Mutu: Prinsip-prinsip Perimusan dan Tata Langkah Penerapan.Yogyakarta: Pustaka Belajar.
J. Power, Edward. 1970. Main Currents in The History of Education. America: McGraw-Hill. Second edition.
Jhon D. Pulliam and James Van Patten. 1994. History of Education In America. United States
Mudyahardjo, Redja. 2009. Pengantar Pendidikan: Sebuah Studi Awal tentang Dasar-DasarPendidikan pada Umumnya dan Pendidikan di Indonesia. Jakarta: Rajawali Pers.
Muhajir, As’aril. 2011. Ilmu Pendidikan: Prespektif Kontekstual. Jogjakarta: AR-RUZZ MEDIA.
Mulyasa, E. (2009). Menjadi Guru Propesional Menciptakan pembelajaran Kreatif dan Menyenangkan. Bandung. PT Remaja Rosdakarya.
Mulyasana, Dedi. 2012. Pendidikan Bermutu Dan Berdaya Saing. Bandung : Remaja Rosdakarya.
Nasution, S. 2008. Sejarah Pendidikan Indonesia. Jakarta: Bumi Aksara
Rirtarahardja, Umar & La Sulo, S. L. 2015. Pengantar Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.
Rugaiyah &Atiek. 2011. Profesi Kependidikan. Bogor: Ghalia Indonesia.
Sagala, S. (2009). Kemampuan Profesional Guru dan Tenaga Kependidikan. Bandung. Alfabeta, cv.
Tim Pengembangan MKDP. (2013). Kurukulum & Pembelajaran-ed. 3-cet. 3.-. Jakarta: Rajawali Pers
Yamin, M. (2009). Penggugat pendidikan Indonesia. Jakarta. AR-RUZZ MEDIA.
Artikel Dan Jurnal Online
Dwi Kamayuda, D. 2016. Perbandinagan Sistem Pendidikan dan Sekolah di Amerika Serikat dan Indonesia. Pp:16-17. Salatiga: Universitas Kristen Satya Wacana. Retrived from: https://www.academia.edu/19354638/Perbandingan_Sistem_Pendidikan_dan_Sekolah_di_Amerika_Serikat_dan_Indonesia.
Departemen Pendidikan Nasional. (2003). Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003, Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta: Depdiknas. [Online]. Diakses dari: http://fpbs.upi.edu/file/prog-ppg/01%20Landasan%20Yuridis%20PPG/1.%20UU%20No%2020%20Thn%202003%20ttg%20Sisdiknas.pdf
Dokumen Kemdikbud. Renstra 2010-2014. Bab III Visi, Misi, dan Tujuan Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan. Jakarta: Kemdikbud.[online]. Diakses dari: http://kemdikbud.go.id/dokumen/renstra-2010-2014/Bab-III.pdf
Elemtary and Secondary Education: Grammar school and High school. (n.d). retrieved feb 26, 2017. From: https://www.justlanded.com/english/United-States/USA-Guide/Education/Elementary-and-Secondary-Education
KBBI. (n.d). Kemendikbud. Retrived feb 25, 2017. From https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/desentralisasi.
Kim, P., Miranda, T., & Olaciregui, C. (2008). Pocket School : Exploring mobile technology as a sustainable literacy education option for underserved indigenous children in Latin America, 28, 435–445. https://doi.org/10.1016/j.ijedudev.2007.11.002
Sugandi, Budy. (2013). Refleksi Reformasi Pendidikan Amerika Serika. Retrieved feb 26, 2017, from https://cakrawalaruhum.wordpress.com/2013/12/02/refleksi-reformasi-pendidikan-amerika-serikat/
U.S Departemen of Education. (1996). USNEI: Organization of U.S. Education. American: the Bureau of Educational and Cultural Affairs, U.S. Department of State. Retrieved From: https://www2.ed.gov/about/offices/list/ous/international/usnei/us/edlite-org-us.html
U.S Departemen of Education. 2008. USNEI: General Information About U.S. Education. American: the Bureau of Educational and Cultural Affairs, U.S. Department of State. Retrieved From: https://www2.ed.gov/about/offices/list/ous/international/usnei/us/edlite-org-us.html
U.S Departemen of Education. 2008. USNEI: state Role 1-Primary and Secondary Education. American: the Bureau of Educational and Cultural Affairs, U.S. Department of State. Retrieved From: https://www2.ed.gov/about/offices/list/ous/international/usnei/us/edlite-org-us.html
U.S Departemen of Education. 2008. USNEI: state Role I1-Tertiary Education. American: the Bureau of Educational and Cultural Affairs, U.S. Department of State. Retrieved From: https://www2.ed.gov/about/offices/list/ous/international/usnei/us/edlite-org-us.html
U.S Departemen of Education. 2008. USNEI: state Role 1II- Othe Education Service. American: the Bureau of Educational and Cultural Affairs, U.S. Department of State. Retrieved From: https://www2.ed.gov/about/offices/list/ous/international/usnei/us/edlite-org-us.html
SEMOGA BERMANFAAT
No comments: