Semiotika dalam Kajian Budaya

 Kajian Budaya Menggunakan Teori Semiotika pada Masjid Raya Sumatera Barat 

Teori Semiotika

Teori semiotika pada arsitektur masjid digunakan untuk menjelaskan visualisasi masjid dan bentuk serta makna ukiran yang digunakan pada eksterior arsitektur masjid. Sebagai suatu ilmu, semiotika mengungkapkan secara ilmiah keseluruhan tanda dalam kehidupan manusia, baik tanda verbal dan nonverbal Ratna, 2004. Sehingga semiotika dapat diterapkan pada banyak disiplin ilmu. Zoest. 1993 (dalam Kasmahidayat, 2010, hlm. 35). Selain itu sebuah tanda baru akan dapat beroperasi ketika tanda tersebut mampu dipahami oleh manusia (Nugrahenny, 2016)

semiotika dalam kajian budaya arsitektur masjid raya sumatera barat

Penjelasan visualisai masjid pada penelitian ini mengarah pada estetika yang terkandung dalam Masjid Raya Sumatera Barat dengan melihat dan menganalisis bentuk, kode/tanda dan makna dari visualisasi dan ukiran arsitektur masjid tersebut. Sobur (2016, hlm. 15) menyatakan,

Semiotika atau dalam istilah Barthes, semiology, pada dasarnya hendak mempelajari bagaimana kemanusiaan (humanity) memaknai hal-hal (things). Konsep dasar ini mengikat bersama seperangkat teori yang sangat luas berurusan dengan simbol, bahasa, wacana, dan bentuk-bentuk non verbal, teori-teori yang menjelaskan bagaimana tanda berhubungan dengan maknanya dan bagaimana tanda di susun. Secara umum, studi tentang tanda merujuk pada semiotika.

pembahasan ini juga akan mengkaitkan bagaimana visualisasi bentuk arsitektur masjid serta bentuk dan makna ukiran yang digunakan pada eksterior masjid melihat dari kultur masyarakat setempat karena, makna tidak berasal dari acuannya pada dunia objek atau realitas eksternal melainkan disebabkan oleh hubungan-hubungan perbedaan antar penanda (Lubis. 2014, hlm. 105). Pemaknaan yang akan diteliti untuk melihat bagaimana hubungan antara arsitektur dengan budaya masyarakat.

Berdasarkan dari pandangan tersebut setiap tanda yang ditampilkan jika dilihat dari sifat sumbu sintagmatignya haruslah berkembang seperti semiotik disekitarnya. (Werse, 2013) Bentuk dan temuan yang nampak tersebut melibatkan tanda-tanda (semiotic) yang muncul dapat diintegrasikan dengan sosiologi fenomenologis dengan pemikiran bahwa sebuah artikulasi makna (Saussure) atau penghubung objek atau tanda oleh seorang penafsir (peirce) dipahami sebagai tanda ‘tindakan yang disengaja’. (Heiskala, 2014).  Tingkat simbolis dari masyarakat manapun adalah dibentuk oleh seperangkat bidang budaya semiautonomis yang ada namun dalam interaksi satu sama lain. (Jofr, 2015).

Karya seni Minangkabau selalu memperlihatkan estetika yang memiliki makna yang mencerminkan kehidupan masyarakat etnis tersebut yang artinya harus dapat memberi pengaruh baik dalam kehidupan bermasyarakat “karena seni merupakan bagian dari simbol kecil masyarakat” (Magerski, 2012) yang merupakan bagian dari dialektika yang kompleks dalam melambangkan sistem sosial masyarakat untuk menghasilkan kerangka ideology yang sepemahaman. (Riley. 2004). Untuk itulah pemahaman diperlukan untuk melihat bagaimana makna dari suatu simbol atau benda itu ada seperti semiotika yang muncul sebagai bentuk analisi kualitatif yang bertujuan memahami makna atas sebuah “tanda-tanda” berdasarkan sudut pandang benda yang dianalisi (Catellani, 2012).

baca juga: Aritektur Tradisional Minangkabau

Dalam pengkajian makna menggunakan semiotika simbol juga akan menarik untuk dianalisis dengan menggunakan denotasi dan konotasi dalam semiotika. Istilah “konotasi” digunakan untuk merujuk pada “pribadi” (ideology, emosional, dll). Sosial budaya dan tanda yang biasanya berhubungan dengan penafsiran kelas, usia, jenis kelamin, etnis dan sebagainya (Lotan, Rusli, Arsita, 2017). Sedangkan denotasi berdasarkan pemikiran Bartes adalah “makna kamu” yang merupakan penerjemahan visual sesuai dengan apa yang diartikan. Makna denotatif bukanlah sesuatu yang dapat dipastikan dengan benar kebenarannaya. Makna denotatif adalah makna generalisasi (Achmad, Irwandi, Saputro, 2017).

Barthes dalam teorinya dalam buku Mythologies secara tegas membedakan antara denotative dan konotatif dalam sistem tataran pertama 

Dalam mitos, sekali lagi kita mendapati pola dimensi yang baru saja saya sebutkan: penanda, pertanda, dan tanda. Namun mitos adalah salah satu sistem khusus, karena dia telah berbentuk dari serangkaian rantai semiologis yang telah ada sebelumnya: mitos adalah sistem semiologis tingkat kedua. Tanda (yakin gabungan total antara konsep dan cira) pada sistem pertama, menjadi penanda pada sistem kedua (Barthes (Ed. Terjemahan), 2009, hlm. 161).

pembahasan kali ini akan menggali lebih dalam megenai pemaknaan dari bentuk visual serta bentuk dan makna ukiran yang ada masjid Raya Sumatera Barat. Karena setiap bentuk yang tercipta oleh para seniman pada dasarnya memiliki kebermaknaan. Sepertihalnya Sumardjo (2000, hlm. 116) turut menjelaskan bahwa:

bentuk seni adalah juga bentuk seni itu sendiri. Bagaimana bentuknya, begitulah isinya. Tidak ada seniman yang menciptakan karya seni tanpa kesadaran. Ia menciptakan sebuah benda seni karena ada sesuatu yang ingin disampaikan kepada olrang lain, entah perasaannya, suasana hatinya, pemikirannya, pesan atau amanat, yang diyakininya, semua dinyatakan lewat bentuk yang sesuai maksud isinya tadi. (dalam Kiswanto, 2017).  

baca juga: Gonjong Masjid Raya Sumatera Barat dan Ukiran Minangkabau

Untuk dapat melihat bagaimana kebermaknaan atau maksud suatu karya seni dibutuhkan pemahaman dan rasa melalui apa yang terlihat agar presepsi dalam menilai karya dapat disatukan sepertihalnya alam yang menghasilkan sebuah bentuk menjadi ornamen dengan menentukan urutan, aturan, dan bentuk yang muncul berdasarkan pertimbangan (Knight. 1999) setiap pertimbangan dan aturan yang berlaku menjadi modal dalam penciptaan karya seni baru asalkan dapat diterima masyarakat (Couto, 2017) menjelaskan:

Modal utama dalam memahami arsitektur (aspek logis) adalah mata (melihat), jadi sifatnya visual, sedangkan memahami sifatnya verbal (melalui kata-kata, bahasa).  Tak terhindarkan kajian  tentang arsitektur mirip dengan kajian tentang seni rupa atau bidang desain visual lainnya. Yaitu tentang persepsi, atau psikologi persepsi

Dengan adanya semiotika dalam membaca nilai suatu budaya terutama arsitektur dengan khas budaya akan membuat sebuah karya seni menjadi ringkas dan menarik. 


SEMOGA BERMANFAAT

No comments:

Featured Post

Materi 6: RAGAM HIAS PADA WASTRA INDONESIA

Powered by Blogger.